Beranda | Artikel
Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 1 - Aktualisasi Akhlak Muslim (Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.)
Senin, 27 November 2017

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Kajian oleh: Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary, M.A.

Download kajian sebelumnya: “Keutamaan dan Pentingnya Ikhlas Bagian 2 – Aktualisasi Akhlak Muslim“.

Ringkasan Kajian: Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 1

Urusan hati adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hamba yang bersangkutan itu sendiri. Namun ada beberapa ciri-ciri yang dapat dilihat secara lahir. Diantaranya:

Selalu melihat kekurangan diri sendiri

Seseorang yang ikhlas sibuk melihat kekurangan diri sendiri sehingga dia tersibukkan untuk melihat kekurangan pada orang lain. Orang yang ikhlas cenderung sibuk untuk memeriksa kekurangan di dalam hatinya. Dia merasa banyak keburukan dan kesalahan serta perlu diperbaiki pada dirinya. Oleh karena itulah dia jauh dari ujub, yaitu bangga terhadap diri sendiri dan merasa kaum mukminin yang lain lebih baik dari pada dirinya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang hamba-hambaNya yang mukhlis di dalam Al-Qur’an:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ ﴿٦٠﴾

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,”(Q.S Al-Mu’minun[23]: 60)

Ini adalah orang-orang yang mengerjakan amal ibadah, namun mereka senantiasa merasa takut karena mereka belum bisa memastikan apakah amal tersebut diterima disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika membaca ayat ini, ‘Aisyah mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Ya Rasulullah, apakah mereka orang-orang yang telah berzina, mencuri, minum khamr dan maksiat lainnya?”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Tidak wahai ‘Aisyah, mereka adalah orang-orang yang mengerjakan shalat, puasa, berzakat, namun mereka senantiasa takut, merasa kurang dan khawatir karena mereka merasa amal yang dikerjakan jauh dari kesempurnaan”.

Begitulah akhlak kaum salaf dahulu. Sebagaimana Umar bin Khattab radiallahu anhu. Meski semua orang mengakui sebagai sahabat mulia, namun beliau begitu khawatir masuk kedalam golongan orang-orang munafik. Sampai-sampai beliau bertanya kepada Hudzaifah Ibnul Yaman, sahabat yang diamanahi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memegang amanah beliau. Umar berkata kepada Hudzaifah, “Wahai Hudzaifah, beritahu aku. Apakah aku termasuk orang yang disebut oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Apakah aku termasuk golongan orang-orang munafiq?”. Inilah wujud dan tanda bagaimana rasa takut dan senantiasa merasa diri kurang, senantiasa menghisab dan muhasabah kepada diri sendiri. Bukan muhasabah orang lain.

Ibnu Abbas radiallahu anhu suatu ketika memegang lidahnya sendiri dan mengatakan, “tidak ada yang lebih layak dipenjarakan dalam waktu yang lama selain ini”. Sejarah juga mencatat bagaimana Abdullah bin Mubarak yang merupakan seorang ulama’ yang sangat dikenal kesholehannya. Namun demikian, beliau pernah menegaskan, “aku mencintai orang-orang sholeh padahal aku bukan bagian dari mereka. Aku tidak akan mencintai orang-orang sholeh sekalipun aku adalah orang yang terburuk dari mereka.” Ini menunjukkan ketawadhuan, rendah diri dan tidak merasa diri lebih dari yang lain.

Tidak terpengaruh dengan pujian orang lain

Pujian, terkadang menghancurkan. Sikap ikhlas tidak mungkin diraih oleh orang yang ingin dipuji dan tamak terhadap perkara-perkara duniawi. Karena hal itu ibarat menyatukan air dengan api. Oleh karena itu untuk menjadi hamba yang ikhlas, seorang muslim harus menjadi hamba yang zuhud terhadap dunia dan merindukan akhirat. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyembelih ketamakan dengan sikap qona’ah. Membuang sikap tamak dan menggantinya dengan sikap qona’ah. Menyembelih keinginan untuk selalu dipuji dengan sifat zuhud. Apabila cinta pujian dan tamak terhadap dunia ini bisa ditundukkan, seorang muslim akan mudah untuk menjadi hamba yang ikhlas.

Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah, hendaknya seorang muslim bersikap zuhud terhadap pujian manusia sebab pujian sama sekali tidak bermanfaat bagi seorang muslim dan bersikap zuhud terhadap celaan manusia sebab celaan tersebut tidak akan pernah bisa mencelakai dan merendahkan seorang muslim. Sibuklah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebab hanya Allah yang mampu menganugerahkan kebaikan dan menimpakan sebuah bencana kepada manusia.

Simak Penjelasan Lengkap dan Download MP3 Kajian: Ciri-Ciri Hamba Yang Ikhlas Bagian 1


[do_widget id=blog_subscription-2]

Mari turut bagikan hasil rekaman ataupun link kajian yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan Google+ yang Anda miliki, agar orang lain bisa turut mengambil manfaatnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/28930-ciri-ciri-hamba-yang-ikhlas-bagian-1-aktualisasi-akhlak-muslim-ustadz-abu-ihsan-al-atsary-m/